| |
Ibadah tak Kenal Batas Suatu ketika Al Hasan berkata, Berpikir satu saat itu lebih baik daripada qiyamul lail (shalat malam). Ungkapan populer tersebut tidak dimaksudkan melemahkan kedudukan qiyamul lail. Al Hasan mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan antara qiyamul lail dan tafakur, keduanya memiliki kedudukan sama serta keterkaitan erat. Tafakur dapat melunakkan hati dan menyuntikkan energi iman, sehingga memudahkan seseorang melakukan qiyamul lail. Tafakur memiliki kedudukan istimewa, terbukti dengan banyaknya ayat Alquran yang memotivasi kita untuk bertafakur. Dalam sebuah ayat, Allah mengajak akal kita berpetualang menafakuri air dan binatang ternak. Dan Allah menurunkan dari langit itu air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran). Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minuman dari apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya (QS An Nahl <16>: 65-66). Terkadang, ajakan tafakur berbentuk pertanyaan, Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan? Dan langit bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (QS Al Ghaasyiah <88>: 17-20). Terkadang, pertanyaan yang diajukan disertai ancaman. Biasanya ditujukan kepada orang kafir. Difirmankan, Maka apakah mereka tidak melihat langit dan bumi yang ada di hadapan dan di belakang mereka? Jika Kami menghendaki, niscaya Kami benamkan mereka di bumi atau Kami jatuhkan kepada mereka gumpalan dari langit (QS Saba' <34>: 9). Dalam ayat lain Allah menjuluki orang yang bertafakur sebagai ulil albab (orang cerdas). Yaitu mereka yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentag penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS Ali Imran <3>: 191). Mengapa Allah begitu kuat mendorong kita melakukan tafakur? Bahkan menjuluki orang yang melakukannya sebagai orang cerdas? Apa hikmahnya? Tafakur memperkuat keyakinan Alquran menyebutkan tiga derajat keyakinan. Pertama, 'ilmul yaqin yaitu keyakinan yang timbul dari pengetahuan. Kedua, 'ainul yaqin yaitu keyakinan yang timbul dari pengalaman sendiri, bukan atas dasar kabar dari orang lain. Ketiga, haqqul yaqin yaitu keyakinan tertinggi yang bukan hanya melibatkan akal namun melibatkan juga dzauq (rasa). Agar mudah memahami tiga tingkat keyakinan tersebut para ulama mengumpamakannya dengan seseorang yang menginformasikan bahwa ia memiliki madu asli, murni dan manis. Sifatnya seperti ini dan itu, dan kita tidak meragukan kebenarannya. Kemudian, ia memperlihatkannya, maka kita bertambah yakin. Kemudian, ia menyodorkannya kepada kita untuk dirasakan lalu kita merasakan dan memakannya. Yang pertama disebut 'ilmul yaqin, yang kedua disebut 'ainul yaqin, dan yang terakhir disebut haqqul yaqin. Demikian penjelasan Yusuf Al Qaradhawi. Dari penjelasan ini diketahui bahwa beralihnya satu derajat keyakinan ke derajat yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambahnya ilmu pengetahuan. Logikanya, ilmu pengetahuan merupakan hasil tafakur. Dengan demikian tafakur dapat memperkuat dan menambah keyakinan. Inilah mengapa tafakur begitu istimewa kedudukannya dalam Islam. Obyek tafakur Imam Al Ghazali menjelaskan, ciptaan Allah terbagi dua. Yaitu ciptaan yang tidak diketahui wujudnya, ini tidak mungkin ditafakuri. Serta ciptaan yang diketahui asal dan jumlahnya, namun tidak diketahui secara rinci, untuk mengetahuinya kita harus berpikir. Inilah obyek tafakur yang sempurna. Dua di antara obyek tafakur yang sempurna adalah, pertama, alam semesta. Obyek ini meliputi, langit dengan semua yang ada di dalamnya seperti matahari, bintang dsb. Juga bumi dengan semua yang ada di dalamnya seperti gunung, hewan, tumbuhan dsb. Serta semua fenomena yang terjadi di dalamnya seperti proses terjadinya hujan, dsb. Obyek ini disebutkan dalam banyak ayat. Di antaranya, Dan Dialah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasangan. Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS Ar Ra'd <13>: 3). Kedua, manusia. Allah SWT berfirman, Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? (QS Ar Rum <30>: 8). Dalam diri manusia terdapat banyak hal yang bisa ditafakuri. Dari susunan tubuhnya hingga organ-organ tubuh yang menakjubkan. Karena obyeknya begitu luas, maka untuk manafakurinya tidak dibatasi ruang dan waktu. Tidak salah kalau Malik Badri menyebut tafakur sebagai ibadah bebas tidak kenal batas. Wallaahu a'lam.
Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=262708&kat_id=105 |